RIYADLOH BAGIAN DARI EPISTIMOLOGI TASAWUF
BAB I
PENDAHULUAN
Tasawuf
merupakan bagian dari kehidupan sehari-hari, setiap manusia pasti tidak akan
lepas dari kahidupan tasawuf sadar ataupun tidak. Terlebih masa sekarang sudah
banyak terjadi permasalahan masyarakat modern yang memerlukan pemecahan melalui
tasawuf.
Kehidupan modern yang dimaksud seperti disintegrasi ilmu pengetahuan,
penyalahgunaan pengetahuan dan teknologi, kepribadian yang terpecah,
pendangkalan iman, pola hidp materialistik, menghalalkan segala cara, stres dan
frustasi, kehilangan harga diri dan masa depannya.
Semua itu berawal dari
berkembangan ilmu pengetahuan dan
melajunya teknologi yang tidak diimbangi dengan keimanannya. Sehingga membawa
manusia masa kini menjadi lupa akan jati dirinya, manusia larut dengan
kesibukannya, nilai-nilai dasar kebutuhan seolah-olah tak diperlukan lagi. Orang
lebih bersikap individualis dibanding communal. Contoh kecil dalam sebuah
keluarga, sudah jarang makan dan duduk secara bersama-sama, seorang ayah tidak
lagi menjadi figur atas keluarganya, seorang ibu yang disibukkan dengan
kegiatan arisannya, masing-masing diri dalam keluarga disibukkan dengan
handphonenya. Dalam masyarakat, suasana
mengaji al-Qur’an di surau-surau selepas maghrib dan subuh sudah jarang
ditemukan, gotong royong untuk membangun rumah salah satu warga masyarakat
tidak ada lagi, segala sesuatu dinilai dengan materi, semakin sulit mencari
orang untuk diminta bantuan dengan cuma-cuma. Bahkan bisa jadi kegiatan ibadah
mahdloh pun dilakukan hanya karena ingin terlihat oleh orang lain bukan lagi
panggilan iman dan hati nurani.
Kondisi masyarakat demikian dapat dikatakan sebagai suatu
masyarakat yang mengalami krisis
spiritual, sehingga tidak ada jalan lain kecuali mengembalikannya kepada jalan
agama yang benar yakni dengan mengaplikasikan tasawuf dalam kehidupa
sehari-hari. Karena agamalah yang dapat menyelesaikan semua permasalahan khususnya
di dunia modern.
Keadaan masyarakat yang sudah semakin menjauh dari kehidupan yang
agamis,tidak bisa dibiarkan begitu saja, sehingga para tokoh sufi merasa
terpanggil untuk membenahi keadaan tersebut. Hal itu di mulai dengan
bermunculannya organisasi yang ditujukan kepada pertemuan informal untuk
diskusi agama dan latihan spiritual yang disebut halaqah. Sehingga
menjadi bukti bahwa masyarakat modern berminat terhadap tasawuf.
Walhasil melalui jalan tasawuf
(tarekat) masyarakat modern dapat mengintegrasikan nilai-nilai
keIslamannya dalam kehidupan sehari-hari dan agar nilai-nilai tersebut dapat
teristiqomahkan dalam diri setiap insan maka harus dilakukan metode riyadloh.
Yakni latihan secara terus menerus selalu ingat kepada Alloh.
BAB II
PEMBAHASAN
A.
Makna Riyadloh
Istilah riyadloh , yang
sering juga disebut sebagai latihan-latihan mistik, yang dimaksudkan disini
adalah latihan kejiwaan dengan malalui upaya membiasakan diri agar tidak
melakukan hal-hal yang mengotori jiwanya. Riyadlah dapat pula berarti proses
internalisasi kejiwaan dengan sifat-sifat terpuji dan melatih membiasakan
meninggalkan sifat-sifat jelek.
Para Sufi memasukan riyadlah sebagai pelatihan kejiwaan dalam upaya
meningalkan sifat-sifat jelek. Masuk didalamnya adalah pendidikan akhlak dan
pengobatan penyakit hati. Para Sufi memandang bahwa untuk menghilangkan
penyakit-penyakit hati . para Sufi memandang bahwa untuk menghilangkan
penyakit-penyakit itu, perlu dilakukan riyadlah.[1]
Riyadhoh,
atau disiplin asketis atau latihan kezuhudan dipahami oleh ibnu Arabiy sebagai:
" tahdzibul akhlak (pembinaan ahklak) yaitu tankiyyatuha watathiiruha
mimma laa yaliiku biha " (penyucian dan pembersihan jiwa dari segala hal
yang tidak patut untuk jiwa). Karena itu riyadhoh adalah alat dan bukan tujuan.
Disamping
istilah Riyadhah ,para ulama Tasawwuf juga menggunakan istilah ‘mujahadah’.
Imam qusyairi menempatkanya dalam rangkaian maqomat atau madarij arba as-saluk.
Sedangkan Abdul Wahab Sa’roni menempatkanya sebagai bagian dari Adab al-murid
Finafsihi (etika murid terhadap diri sendiri). Oleh karenanya riyadlah harus
disertai dengan mujahadah. Mujahadah yang dimaksudkan disini
adalah kesungguhan dalam perjuangan meninggalkan sifat-sifat jelek, yakni perlu
kesungguhan dalam meriyadlhkannya.
Perbedaan
riyadlah dan mujahadah adalah kalau riyadlah berupa tahapan-tahapan real,
sedangkan mujahadah berjuang
mengendalikan dengan sungguh-sungguh pada masing-masing tahapan riyadlah.
Meskipun demikian riyadlah dan mujahadah tidak dipisahkan ibarat dua sisi mata
uang.
B. Landasan Al-Qur’an dan Al-Hadits tentang Riyadlah
Untuk
memperkuat dasar dilakukannya riyadlah seperti yang dilakukan Nabi Muhammad SAW
pada saat di Gua Hiro, itulah hakikat riyadlah yang sebenarnya yang dijalankan
pula oleh para Sufi Tharekat Mu’tabaroh. Firman Alloh swt :
يَٰٓأَيُّهَا ٱلَّذِينَ
ءَامَنُواْ ٱتَّقُواْ ٱللَّهَ وَٱبۡتَغُوٓاْ إِلَيۡهِ ٱلۡوَسِيلَةَ وَجَٰهِدُواْ
فِي سَبِيلِهِۦ لَعَلَّكُمۡ تُفۡلِحُونَ ٣٥
Artinya
:”Hai orang-orang yang beriman, bertakwalah kepada Allah dan carilah jalan yang
mendekatkan diri kepada-Nya, dan berjihadlah pada jalan-Nya, supaya kamu
mendapat keberuntungan”. [2]
Yang dimaksud jalan
(wasilah/ penghantar/yang menghatar) pada ayat tersebut diatas yaitu
riyadlah , bagaimana cara agar kita bisa mendekatkan diri kepada Sang Maha
Khaliq. Dalam melakukan suluk / riyadlah tadi, maka dilatihlah hati yang
terhenti dari hal-hal yang bersifat duniawy dan dikonsentrasikan kehadirat
Alloh swt. Tentu saja dalam melakukn ini diperlukan pembimbing seorang mursyid
yang menjadi wasilah.
Dalam teori elektrisitas[3]
(kelistrikan) kita mengenal adanya kabel yang menjadi penghantar jalannya arus
listrik. Maka nurun ala nurin (nur ilahy) yang terpancar dari zat Ilahy Rabby di dalam suluk dikonsentrasikan didalam latifatul
qolbi . sang mursyid sebagai mediator yang maha baik menghantarkan langsung
kehadirat Ilahy Rabby. Tidak ada yang sampai ke matahari kecuali cahaya
matahari itu sendiri.
Demikian Allah berfirman :
وَأَمَّا مَنۡ خَافَ مَقَامَ رَبِّهِۦ وَنَهَى
ٱلنَّفۡسَ عَنِ ٱلۡهَوَىٰ
٤٠
Artinya:”Dan
adapun orang-orang yang takut kepada kebesaran Tuhannya dan menahan diri dari
keinginan hawa nafsunya[4]
Dalam
ayat yang lain dikatakan pula :
وَٱلَّذِينَ جَٰهَدُواْ فِينَا لَنَهۡدِيَنَّهُمۡ
سُبُلَنَاۚ وَإِنَّ ٱللَّهَ لَمَعَ ٱلۡمُحۡسِنِينَ
٦٩
Artinya
:”Dan orang-orang yang berjihad untuk (mencari keridhaan) Kami, benar-benar
akan Kami tunjukkan kepada mereka jalan-jalan Kami. Dan sesungguhnya Allah
benar-benar beserta orang-orang yang berbuat baik[5]
" إِنَّمَا بُعِثْتُ لِأُتَمِّمَ مَكَارِمَ
اْلأَخْلَاقْ "
Artinya :” Sesungguhnya
Aku di utus ke dunia ini untuk menyempurnakan akhlaq”[6]
C.
Epistimologi Riyadloh dalam Mengaplikasikan Nilai-Nilai Tasawuf
Sebagaimana kita ketahui bahwa epistmologi merupakan salah satu
cabang dari filsafat, yang membicarakan bagaimana cara memperoleh
pengetahuan. Ada banyak pengetahuan yang
merupakan hasil internalisasi kejiwaan melalui riyadlah dalam kehidupan seorang
Salik. Seperti ilmu ma’rifat, ilmu laduni, cinta, mukjizat, kekebalan, santet
dll. Pengetahuan tersebut tidak dapat terjawab melalui pengetahuan scientific
(sains) ataupun pengetahuan filsafat , karena pengetahuan tersebut termasuk ke
dalam ranah supra rasional. Akan tetapi pengetahuan tersebut hanya dapat dipahami
melalui pengetahuan mistik. Suatu pengetahuan yang hanya dapat difahami melalui
hati , dan dirasakan dengan cara mengalaminya sendiri. Tiada lain mereka
melakukannya untuk mencari kebahagiaan.
Konsep kebahagiaan dimasa sekarang sudah mengalami perubahan,
seiring perubahan situasi dan kondisi serta perkembangan pengetahuan. Kehidupan
masa kini, adalah suatu kehidupan yang sudah bergeser bahkan banyak yang sudah
menyimpang dari tujuan yang sebenarnya yakni untuk beribadah.[7]
Kehidupan modern merupakan kehidupan yang serba materialistis, bergaya
hedonisme, menghalalkan segala cara sehingga apabila tidak tercapai apa yang
diharapkannya maka akan mengakibatkan
tingkat stress yang tinggi, bunuh diri serta kekosongan hati.
Salah satu cara agar kehidupan kembali sesuai tujuan yang
sebenarnya adalah dengan mengembalikannya kepada Alloh swt. Yakni mengembangkan
ilmu tasawuf dengan metode tarekatnya. Lebarkan sayap dakwah berupa
ajakan-ajakan serta seruan untuk kembali kepada Alloh agar selalu mengingatNYA
dimanapun berada, kapanpun serta dengan siapapun dan dalam melakukan apapun,
melalui talqin dzikir oleh seorang guru mursyid
(seorang guru dalam tasawuf). Talqin dzikir tersebut tidak akan
mempunyai atsar (tidak berbekas dalam kepribadian) jika tidak diamalkan secara
kontinyu.
Melalui dzikir yang sudah ditanamkan di dalam hati manusia, apapun
yang dia lakukan jika sambil ingat kepada Alloh akan menjadi sebuah nilai
ibadah. Baik sebagai seorang pengusaha, pedagang, buruh, pejabat, karyawan,
guru di sekolah, dosen di perguruan tinggi, seorang suami, ustadz, apapun
profesinya .
Namun tidak cukup sampai disini, tingkat kepuasan manusia dalam
mencapai kepuasannya tidak akan pernah berakhir. Demikian pula dalam
berkomunikasi dengan Alloh yang dicintainya, khususnya bagi para ahli tasawuf
dan mereka yang mengharapkan ridlo Alloh dalam kehidupannya , mereka akan selalu melakukan
riyadloh-riyadloh, guna tercapai apa yang diinginkannya, agar tersingkap hijab
penghalang antara dia dengan Tuhannya.
Berbagai riyadloh mereka lakukan seperti dengan memperbanyak
sholat, puasa, serta wirid dan amalan lainnya. Berikut ini contoh-contoh
riyadloh yang pernah bahkan sering dilakukan oleh para suluk , antara lain :
a.
Bangun
setiap jam 02.00 pagi untuk melaksanakan mandi taubat, aneka macam solat sunnah
serta dzikrullah sampai menjelang subuh selama 40 hari . kalau sudah 40 hari
dilanjut 40 hari berikutnya dan seterusnya.
b.
Puasa,
aneka macam puasa, mulai dari puasa di hari yang disunnahkan untuk berpuasa
sampai pada puasa tidak makan ikan dan
daging yang disertai dengan doa wiridnya selama 40 hari.
c.
Doa Khusus Setiap riyadhoh yang di
ajarkan kepada murid selalu di iringi do’a khusus yang di berikan secara khusus
pula oleh mursyid
Berdasarkan uraian diatas, jelaslah bahwa methode riyadloh
(latihan) dalam rangka mensucikan jiwa guna mencapai kebahagiaan dunia dan
akhirat merupakan cara atau jalan yang tepat dalam mengamalkan tasawuf.
BAB III
KESIMPULAN & PENUTUP
Tasawuf sebagai salah satu cabang ilmu dalam agama Islam, masih diperlukan
pengkajian secara mendalam, agar tidak terjadi kerancuan pemahaman dikalangan
masyarakat. Terutama masyarakat yang mempunyai pemikiran bahwa kehidupan dunia terpisah
dan tidak ada keterkaitan dengan akhirat.
Tasawuf dengan tarekatnya sebagai salah satu metode untuk dapat
membuktikan bahwa agama Islam terintegralistik dalam semua segi kehidupan. Oleh
karena itu harus dapat dibuktikan bagaimana tasawuf itu dapat di aplikasikan dalam kehidupan
sehari-hari.
Melalui
methode Riyadloh (latihan) sebagai
pengaplikasian dari epistimologi tasawuf yang dilakukan secara terus menerus
maka akan menghasilkan atsar dalam kehidupan pribadi dan keluarganya bahkan
sampai kehidupan berbangsa dan bernegara.
Dzikrullah yang dilakukan secara kontinyu, solat yang dilakukan
secara istiqomah , juga amalan-amalan wirid serta doa akan memberikan kekuatan
mental spiritual, kepuasan lahir bathin yang positif. Oleh karena itu jika masyarakat
moden dapat melakukannya dengan baik maka akan terjawab sudah semua gundah
gulana , semua permasalahan dalam kehidupannya. Dan tidak akan terjadi stress,
bunuh diri serta kekacauan kekacauan
lainnya.
[1] Rosihon
Anwar, Kamus Tasawuf, Remaja Rosdakarya , Bandung , tahun 2002 , Hal 150
[2] QS.
Al-Maidah ayat 35
[3]
Georg Simon Ohm (16 Maret 1789 – 6 Juli 1854) adalah seorang fisikawan Jerman yang banyak
mengemukakan teori di bidang elektrisitas.[1]
Karyanya yang paling dikenal adalah teori mengenai hubungan antara aliran
listrik, tegangan, dan tahanan konduktor di dalam sirkuit, yang umum disebut Hukum Ohm.
https://id.wikipedia.org/wiki/Georg_Ohm
[4] QS.
An-Naji’at, 40
[5] QS>
Al-‘Ankabut, 69
[6] Maktabah
Syamilah
[7] QS. Adz-Dzariyat , 56
وَمَا خَلَقۡتُ ٱلۡجِنَّ وَٱلۡإِنسَ إِلَّا لِيَعۡبُدُونِ ٥٦
Dan aku tidak menciptakan jin dan manusia melainkan supaya mereka
mengabdi kepada-Ku
Komentar
Posting Komentar