Teori Konsumsi dalam Ekonomi Islam
EKONOMI SYARIAH
Teori Konsumsi dalam Ekonomi Islam
solihah.sr@gmail.com
A. PENDAHULUAN
Berbicara mengenai konsumsi tidak lepas dari perekonomian dalam hal pemenuhan kebutuhan, karena itu seseorang yang sedang memenuhi kebutuhan juga tidak akan lepas dari perilaku berekonomi. Pada saat berperilaku ekonomi masing-masing tergantung pada keyakinannya, dan sebagai seorang muslim ada kaidah yang harus dipatuhinya. Dalam hal ini Allah telah mengingatkan kaitannya dengan berkonsumsi seperti yang terdapat dalam ayat 13 surat AL-A’raf sebagai berikut :
وَّكُلُوْا وَاشْرَبُوْا وَلَا تُسْرِفُوْاۚ اِنَّهٗ لَا يُحِبُّ الْمُسْرِفِيْنَ ࣖ…
Artinya :“… makanlah dan minumlah dan jangan berlebihan, karena Allah tidak menyukai orang yang berlebihan” .
Dalam kitab Zubdatut tafsir karya Syekh Muhammad Sulaiman Al-Asyqar, Dia seorang mudaris Tafsir di Universitas Islam Medinah menyebutkan bahwa suatu ketika seorang Nashrani (yang juga seorang tabib pribadi Khalifah Harun al-Rasyid) berkata kepada salah seorang ulama :” dalam kitab kalian tidak sedikitpun dituliskan ilmu tentang kedokteran”, kemudian sang ‘alim berkata : ”sesungguhnya Allah telah mengumpulkan ilmu kedokteran dalam satu ayat dari kitab kami”, sang nashrani kemudian bertutur kembali:”lalu apakah itu?”, sang ‘Ali kemudian membacakan ayat diatas”.
Ayat diatas menunjukan bahwa perilaku konsumsi merupakan bagian dari kesehatan lahir dan bathin karena Allah terlibat didalamnya. Apa yang dimakan dan apa yang digunakan oleh manusia akan memberikan efek terhadap dirinya baik efek positif maupun negative, cepat atau lambat. Karenanya sangat penting dalam mengkonsumsi sesuatu memperhatikan koridor yang terdapat dalam hokum Islam.
Terlebih disaat pandemic melanda dunia, krisis terjadi di berbagai aspek, sehingga masyarakat akan mengatur strategi baru. Mereka akan membuat skala prioritas dan menunda kebutuhan-kebutuhan yang masuk dalam kategori sekunder dan tersier.
Dalam bab ini akan dijelaskan bagaimana Islam mengatur tata cara berkonsumsi mulai dari pengertian konsumsi, bedanya konsumsi dalam pandangan kapitalis, teori konsumsi,kaidah-kaidah konsumsi, prinsip-prinsip berkonsumsi, hakikat perilaku konsumsi,serta pola konsumsi di masa pandemic
B. Pengertian Konsumsi dan Perilaku Konsumen dalam Islam
Dalam kamus besar Bahasa Indonesia konsumsi berarti pemakaian barang hasil produksi (bahan pakaian, makanan, dan sebagainya); 2 a barang-barang yang langsung memenuhi keperluan hidup kita; b makanan. Sedangkan konsumen adalah 1. Pemakai barang hasil produksi (bahan pakaian, makanan, dan sebagainya). 2. Penerima pesan iklan, 3. Pemakai jasa (pelanggan dan sebagainya).
Para ekonom mayoritas mendefinisikan konsumsi berkisar pada: penggunaan barang dan jasa untuk memenuhi kebutuhan manusia. Hanya saja para ekonomi Islam menambahkan bahwa barang dan jasa yang di konsumsinya harus halal . Istilah konsumsi akan terkait erat dengan konsumen sebagai orang yang menggunakan barang atau jasa yang tersedia dalam masyarakat baik untuk keperluan pribadi ataupun untuk orang banyak dan tidak untuk diperdagangkan.
Berbicara tentang konsumsi dan perilaku konsumen tidak lepas dari berbagai teori yang dikemukakan oleh para ahli ekonomi, baik dalam perspektif positif yang murni maupun dalam perspektif positif yang normal . Namun dalam hal ini penulis akan hanya akan menyoroti perilaku konsumen dalam perspektif positif normal yang syarat akan nilai. Kita asumsikan bahwa konsumen mengetahui norma-norma Islam dan perilakunya diatur oleh norma-norma tersebut.
Sebagai seorang konsumen yang mengetahui norma-norma Islam, hendaknya dapat membedakan antara kebutuhan dan keinginan, agar dapat menempatkan secara proporsional dalam pemenuhannya. Dalam ilmu ekonomi konvensional tampaknya tidak membedakan antara kebutuhan dan keinginan. Karena keduanya memberikan efek yang sama apabila tidak terpenuhi , yakni kelangkaan. Dalam ekonomi Islam, dalam memenuhi kebutuhan manusia terdapat perbedaan antara kebutuhan dan keinginan. Banyak ketentuan mengenai perilaku ekonomi Islam, motif kebutuhan (needs) lebih mendominasi dan menjadi napas dalam roda perekonomian dan bukan keinginan (wants). Kebutuhan (needs) didefinisikan sebagai segala keperluan dasar manusia untuk kehidupannya. Sementara keinginan (wants) didefinisikan sebagai kemauan (desire) manusia. Ruang lingkup keinginan lebih luas dari kebutuhan.
Hujjatul Islam Imam Al-Ghazaly tampaknya telah membedakan dengan jelas antara keinginan (raghbah dan syahwat) dan kebutuhan (hajat), sesuatu yang agak sepele tetapi memiliki konsekuensi yang sangat besar dalam ilmu ekonomi. Kebutuhan adalah dorongan nafsu atau hasrat untuk memiliki barang yang didasari oleh factor kepentingan bukan karena keinginan semata. Sedangkan keinginan adalah dorongan nafsu atau hasrat yang muncul dari indra terhadap sesuatu (barang, manusia, seni) untuk dapat dimiliki dan digunakan dalam hidup.
Dengan demikian Abdul Mannan mengatakan bahwa hakikat konsumsi adalah suatu pengertian yang positif. Larangan-larangan dan perintah-perintah mengenai makanan dan minuman harus dilihat sebagai bagian usaha untuk meningkatkan sifat perilaku konsumsi. Dengan mengurangi pemborosan yang tidak perlu, Islam menekankan perilaku mengutamakan kepentingan orang lain yaitu pihak konsumen. Sikap moderat dalam perilaku konsumen ini kemudian menjadi logic dari gaya konsumsi Islam, yang sifatnya nisbi dan dinamik.
Intinya dalam ekonomi Islam, Wants dan Needs berasal dari tempat yang sama, yaitu naluri hasrat manusia. Namun dalam framework Islami, seluruh hasrat manusia tidak bisa dijadikan sebagai needs. Hanya hasrat yang memiliki maslahah atau manfaat di dunia dan akhirat yang bisa dijadikan sebagai needs. Dengan demikian, konsep wants adalah konsep yang bebas nilai, sedangkan konsep needs adalah konsep yang tidak bebas nilai. Dalam hal ini, Islam tidak memberikan dorongan kepada manusia untuk mengikuti keinginannya, tetapi sebaliknya mendorong manusia untuk memenuhi kebutuhannya seperti yang didefinisikan syariah.
C. Prinsip Dasar Konsumsi dalam Islam
Pada dasarnya prinsip konsumsi dalam ekonomi Islam lebih menekankan pada nilai etika dalam mengkonsumsi terhadap barang yang bersumber pada al-Quran. Terdapat beberapa ayat al-Qur’an yang mendasari pola perilaku konsumen. Dari ayat tersebut melahirkan prinsip-prinsip dalam berkonsumsi. Diantara prinsip tersebut adalah : .
1. Prinsip keadilan
2. Prinsip kebersihan
3. Prinsip kesederhanaan
4. Prinsip kemurahan hati
5. Prinsip moralitas
Maksud dari prinsip keadilan adalah mencari rezeki yang halal dan tidak melanggar hokum, artinya tidak boleh menimbulkan kezaliman namun berada dalam koridor aturan atau hokum Islam serta menjunjung tinggi kepantasan atau kebaikan. Prinsip kebersihan berarti seseorang harus memiliki barang yang baik dan cocok untuk dimakan, tidak kotor ataupun menjijikan sehingga merusak selera. Karena tidak semua barang konsumsi diperkenankan untuk dimakan dan diminum. Prinsip kesederhanaan bermakna agar manusia tidak memenuhi kebutuhan hidupnya secara berlebih-lebihan. Artinya tidak melebihi dari kebutuhan yang wajar dan cenderung memperturutkan hawa nafsu atau sebaliknya terlalu kikir sehingga mempersulit dirinya sendiri.prinsip kemurahan hari memiliki makna bahwa melalui sifat Rohman RohimNya, dengan mentaati perintahNya maka tidak ada bahaya maupun dosa ketika makan dan minum makanan dan minuman yang halal yang disediakan Tuhan karena kemurahan hatiNya. Adapun prinsip moralitas maknanya bahwa konsep moralitas menunjukan adanya perbedaan antara seseorang yang memburu kepuasan, kemikmatan, dan kebahagiaan semata tanpa mengindahkan atura-aturan Islam dengan seorang yang menerapkan nilai-nilai moral Islam dalam kaitannya dengan konsumsi suatu barang atau jasa.
Pendapat lain menurut Yusuf al-Qardhawi bahwa prinsip konsumsi dalam Islam adalah (a) menjauhkan sifat kikir dan mendayagunakan harta dalam kebaikan, (b) memerangi kemubaziran dalam berkonsumsi, dan (c) bersikap sederhana dalam konsumsi. Dengan demikian prinsip konsumsi dalam Islam direalisasikan dalam bentuk pola perilaku konsumsi yang mengajarkan kita bersikap murah hati dengan mempertimbangkan kondisi lingkungan sekitar kita. Di samping sikap kesederhanaan juga perlu dikembangkan sikap melihat dan memperhatikan kondisi kehidupan masyarakat di sekitarnya. Nabi menekankan dalam suatu Hadits bahwa tidak dikatakan seseorang itu beriman manakala ada tetangganya kelaparan sementara dia dalam keadaan kekenyangan.
D. Teori Konsumsi dalam Ekonomi Islam
Menurut Baqr Sadr bahwa perbedaan ekonomi Islam dan ekonomi Konvensional terletak pada filosofi ekonomi bukan pada ilmu ekonominya. Filosofi ekonomi memberikan ruh pemikiran dengan nilai-nilai Islam dan batasan-batasan syariah, sedangkan ilmu ekonomi berisi alat-alat analisis ekonomi yang dapat digunakan. Pemikiran ini mendasari teori-teori yang lahir dalam ekonomi Islam, sebagaimana dalam teori konsumsi.
Berikut ini terdapat beberapa teori konsumsi, antara lain :
1. Rasionalisme Islam
Rasionalisme adalah salah satu istilah yang paling bebas digunakan dalam ekonomi, karena segala sesuatu dapat dirasionalisasikan dan mengacunya kepada beberapa perangkat aksioma yang relevan. Rasionalisme dalam Islam dinyatakan sebagai alternatif yang konsisten dengan nilai-nilai Islam, unsur-unsur pokok rasionalisme ini adalah sebagai berikut :
a. Konsep keberhasilan
b. Skala waktu perilaku konsumen
c. Konsep harta dalam karya yang lain, Kahf menyebutkan bahwasannya perilaku ekonomi manusia di bawah budaya Islam didominasi oleh 3 prinsip.
2. Kepercayaan akan Hari AKhir
Islam menggabungkan kepercayaan akan hari pengadilan dan kehidupan akhirat dengan kepercayaan kepada Allah. Kehidupan sebelum kematian dan kehidupan setelah kematian memiliki hubungan urusan yang dekat. Hal ini mempunyai 2 pengaruh bagi konsumen :
1. Hasil pemilihan suatu tindakan disusun atas 2 hal, yaitu akibat tindakan di kehidupan sekarang, dan akibatnya dikehidupan akhirat nanti.
2. Jumlah alternatif pemakaian pendapatan seseorang dinaikan dengan pemasukan dari semua keuntungan yang akan di dapat di akhirat nanti. Contoh Qard Hasan (memberikan pinjaman tanpa tambahan biaya). Mungkin dalam pandangan kapitalis keuntungannya adalah nol atau negative, tapi bagi Islam hal itu memiliki ulitily (kepuasan) positif.
3. Konsep Kesuksesan
Dalam Islam kesuksesan di pandang dari segi “taat kepada Allah” dan pelarangan akan penimbunan harta.
4. Konsep kekayaan
Harta adalah karunia Allah. Oleh karena itu, harta harus digunakan untuk kepentingan dan pemenuhan kebutuhan manusia.
5. Konsep Islam tentang “Barang”
Dalam eknomi modern segala sesuatu memiliki manfaat ekonomi bila ia dapat dipertukarkan di pasar. Menurut Islam, merupakan salah satu syarat yang perlu tetapi tidak memadai untuk mendefinisikan barang-barang. Barang-barang seharusnya bermanfaat secara moral dan juga dapat dipertukarkan di pasar sehingga memiliki manfaat secara ekonomi.
Menurut pusat pengkajian dan pengembangan ekonomi Islam (P3EUII, 2011) bahwa teori konsumsi adalah pemenuhan kebutuhan barang dan jasa yang memberikan maslahah/ kebaikan dunia akhirat bagi konsumen itu sendiri. Secara umum pemenuhan kebutuhan akan memberikan tambahan manfaat fisik, spiritual, intelektual, ataupun material, sedangkan pemenuhan keinginan akan menambah kepuasan atau manfaat psikis disamping manfaat lainnya. Berikut ini karakteristik kebutuhan dan keinginan seperti dalam table :
Karakteristik Kebutuhan dan Keinginan
Karakteristik keinginan kebutuhan
Sumber Hasrat(nafsu) manusia Fitrah Manusia
Hasil Kepuasan Manfaat dan Berkah
Ukuran Preferensi/ selera Fungsi
Sifat Subyektif Obyektif
Tuntunan Islam Dibatasi/ dikendalikan Dipenuhi
Dalam bidang konsumsi Islam tidak menganjurkan pemenuhan keinginan yang tak terbatas, norma Islam adalah memenuhi kebutuhan manusia, dimana dalam memenuhi kebutuhan tersebut Islam menyarankan agar manusia bertindak ditengah-tengah (moderaty) dan sederhana (simplicity). Oleh karena itu dalam teori yang di kemukakan Adiwarman yang memuat pendapat Monzer Kahf berdasarkan hadits Rasulullah saw. Bermakna:” Yang kamu miliki adalah apa yang telah kamu makan dan yang telah kamu infakkan”. Dengan persamaan pendapat tersebut menjadi:
Y=(C+Infaq) +S
Secara grafis ini seharusnya digambar dengan tiga dimensi, namun untuk memudahkan penyajian grafis digunakan dengan dua dimensi sehingga peramaan diatas disederhanakan menjadi:
Y=DS+S dengan FS=C
FS adalah Final Spending (konsumsi akhir) dijalan Allah.
Penyederhanaan ini memungkinkan untuk menggunakan alat analisis grafis yang biasa di dalam teori konsumsi, yaitu memaksimalkan utility function dengan budget line.
E. Kaidah-kaidah Konsumsi Ekonomi Islam
Sebagai sebuah agama, Islam selalu memberikan pedoman dan arahan dalam berbagai segi kehidupan termasuk dalam masalah konsumsi. Seorang konsumen muslim tentunya berkomitmen terhadap kaidah-kaidah dan hokum-hukum yang disampaikan dalam syariat agar mencapai kemanfaatan konsumsi. Kaidah-kaidah tersebut dapat disimpulkan riwayat-riwayatnya yang terdapat dalam fikih ekonomi Umar Radliallahu ‘Anhu yang pemahamannya harus dilakukan secara menyeluruh.
Berikut ini beberapa kaidah terpenting dalam konsumsi yang terdapat dalam fikih ekonomi Umar Radhiallahu ‘Anhu :
a. Kaidah Syariah
Kaidah mencakup tiga bidang, yaitu (1) Aspek akidah adalah mengetahui hakikat konsumsi; yaitu bahwa konsumsi sebagai sarana yang dipergunakan seseorang muslim dalam menaati Allah Ta’ala (2) Aspek ilmiah adalah keharusan seorang muslim untuk mengetahui hokum-hukum syariah yang berkaitan dengan apa yang dikonsumsinya, dan (3) Aspek amaliah (bentuk konsumsi) kaidah ini merupakan aplikasi kedua kaidah yang sebelumnya yaitu memperhatikan bentuk barang konsumsi. Di mana seorang muslim tidak akan mengkonsumsi melainkan yang halal, dana tau selalu menjauhi konsumsi yang haram dan syubhat.
b. Kaidah Kuantitas
Tidak cukup bila barang yang dikonsumsi halal, tapi dalam sisi kuantitasnya harus juga dalam batas-batas syariah, yang dalam penentuan kuantitas ini memperhatikan beberapa aspek sebagai berikut : (1) Sederhana (2) Adanya kesesuaian antara konssumsi dan pemasukan (3) dilakukannya penyimpanan dan pengembangan.
c. Kaidah Memperhatikan Prioritas Konsumsi
Jenis barang konsumsi dapat dibedakan dalam tiga tingkatan, yaitu: (1) Primer yakni sesuatu yang harus terpenuhi untuk menegakkan kemaslahatan-kemaslahatan agama dan dunia, yang tanpa dengannya kondisi tidak akan stabil, dan seseorang tidak aman dari kebinasaan. (2) Sekunder yakni suatu yang menjadi tuntutan kebutuhan, yang tanpa dengannya akan terjadi kesempitan, namun tidak sampai pada tingkatan primer. (3) Tersier yakni sesuatu yang tidak sampai pada tingkatan primer dan juga sekunder, namun hanya sebatas pelengkap dan hiasan.
d. Kaidah Sosial
Dalam Islam tujuan konsumsi bukanlah utilitas melainkan kemaslahatan, konsep utilitas sangat subyektif karena bertolak belakang pada pemenuhan kepuasan (wants), dan konsep maslahah relative lebih obyektif karena bertolak pada pemenuhan kebutuhan (needs) . Dalam kaidah ini harus mengetahui factor-faktor yang berpengaruh dalam kuantitas dan kualitas konsumsi , di mana yang terpenting diantaranya (1) Umat, (2) adanya keteladanan, dan (3) tidak membahayakan orang lain.
e. Kaidah Lingkungan
Alam semesta adalah Allah yang memiliki kemahakuasaan (kedaulatan sepenuhnya atas makhluk-makhluk-Nya. Manusia diberi kekuasaan untuk mengambil keuntungan dan manfaat sebanyak-banyaknya sesuai dengan kemampuannya atas barang-barang ciptaan Allah ini. Manusia dapat berkehendak bebas, namun kebebasan ini tidaklah berarti bahwa manusia terlepas dari qadha dan qadar sebab akibat yang didasarkan pada pengetahuan dan kehendak Allah, sehingga kebebasan dalam melakukan aktifitas haruslah memiliki batasan agar jangan menzhalimi pihak lain. Al-Maududi mengatakan bahwa bagi kalangan yang membutuhkan seperti kaum dhua’fa memiliki hak atas harta orang kaya.
f. Kaidah Larangan Mengikuti dan Meniru
Adapun yang dimaksud dengan larangan mengikuti dan meniru adalah dilarangnya seseorang muslim mengikuti pola konsumtif yang burukbaik pola tersebut bagi kaum muslimin maupun bagi orang-orang kafir.
F. Faktor-faktor Yang Mempengaruhi Konsumsi dalam Islam
Menurut teori rasionalitas, disaat seseorang meningkat pendapatannya maka meningkat pula konsumsinya, karena itu pendapatan sebagai salah satu factor yang mempengaruhi pola konsumsi seseorang bahkan konsumsi rumah tangga dalam skala nasional. Dalam hal ini pengeluaran konsumsi terdiri dari konsumsi rumah tangga (household consumption/private consumption) dan konsumsi pemerintah (government consumption). Adapun factor-faktor yang mempengaruhi besarnya pengeluaran konsumsi rumah tangga antara lain :
1. Faktor Ekonomi
Ada empat factor ekonomi yang menentukan tingkat konsumsi, yaitu:
a. Pendapatan rumah tangga
b. Kekayaan rumah tangga
c. Tingkat bunga
d. Perkiraan tentang masa depan
2. Factor Demografi
a. Jumlah penduduk
b. Komposisi penduduk
3. Faktor-faktor Non Ekonomi
Faktor-faktor non-ekonomi yang paling berpengaruh terhadap besarnya konsumsi adalah faktor social budaya masyarakat. misalnya berubahnya pola kebiasaan makan, perubahan etika dan tata nilai karena karena ingin meniru kelompok masyarakat lain yang dianggap lebih hebat/ideal.
Selain diatas ada juga yang mengatakan bahwa unsur-unsur yang mempengaruhi perilaku seseorang konsumen dalam berkonsumsi adalah: rasionalitas, kebebasan ekonomi, dan utility. Sementara dalam ekonomi Islam pengeluaran konsumsi seorang muslim biasanya menggunakan istilah infak. Pengeluaran-pengeluaran infak biasanya diharapkan akan mendatangkan ridlo Allah swt. Dalam perkembangan pemikiran kata infak oleh para ahli tafsir diartikan secara berbeda antara satu dengan yang lainnya. Infak dalam al-Quran ada yang mengartikan pengeluaran berupa zakat yang wajib, sedekah sunah maupun maupun nafkah atas keluarga. Namun sebagian yang lain mengatakan, bahwa infak adalah mencakup pengeluaran wajib maupun sunah. Dengan kata lain mencakup nafkah (konsumsi) untuk diri sendiri maupun keluarga, bafkah (zakat) sedekah untuk memakmurkan masyarakat dan untuk perjuangan di jalan Allah. Konsumsi dalam perspektif Islam bukan hanya pengeluaran untuk kebutuhan peribadi dan keluarga namun juga pengeluaran untuk membantu orang lain (sedekah) baik wajib maupun sunnah demi untuk menggapai ridlo Allah.
Imam al-Ghazali mengatakan yang dikutip oleh Adiwarman Karim bahwa ada tiga alasan mengapa seseorang harus melakukan aktifitas-aktifitas ekonomi, yaitu: (1) mencukupi kebutuhan hidup yang bersangkutan, (2) mensejahterakan keluarga, dan (3) membantu orang lain yang membutuhkan. Al-Ghazali tidak hanya menyadari keinginan manusia untuk mengumpulkan harta kekayaan, tetapi juga untuk kebutuhan masa depannya. Namun demikian ia memperingatkan bahwa jika semangat “selalu ingin lebih” ini menjerumuskan kepada keserakahan dan pengejaran nafsu pribadi, maka hal ini pantas dikutuk.
G. Pola Konsumsi di Masa Pandemi COVID 19
Akibat pandemic yang melanda dunia saat ini telah membawa perubahan pada masyarakat. menurut Farley (1990: 626) dalam Sztompka (2004: 5) yang dikutip oleh Irwan dan Indraddin bahwa perubahan social merupakan perubahan kepada pola perilaku, pola hubungan, lembaga, dan struktur social pada waktu tertentu. Sejalan dengan itu, menurut Gillin dan Gillin dalam Leibo (1986: 53), mengatakan bahwa perubahan social merupakan perubahan yang terjadi pada kehidupan manusia yang diterima, berorientasi pada perubahan kondisi geografis, kebudayaan, materiil, komposisi penduduk, ideology, maupun difusi dalam penemuan-penemuan baru. Adam Smith juga mengatakan perubahan akan terjadi berkaitan dengan perekonomian masyarakat yang mengalami pergantian.
Pergantian yang dimaksud diperjelas oleh Agung pada webinar di UNDIP pada tanggal 28/5/2020 bahwa tersebarnya pandemic ke seluruh belahan dunia mengarah pada pergeseran perilaku konsumen, seperti meningkatnya kepedulian terhadap kesehatan dimana masyarakat lebih peduli terhadap kesehatan, maraknya pembelian low contact atau melalui online di masyarakat, dan gaya hidup cocooning. Selain itu dikatakan pula bahwa pola konsumsi di masyarakat menjadi lebih minimalis, dimana kini masyarakat hanya membeli barang-barang yang betul-betul sangat dibutuhkan saja dan lebih berfokus pada pola konsumsi di keluarga inti .
Pemenuhan kebutuhan pada barang-barang yang betul-betul dibutuhkan, sejalan dengan sebuah riwayat seorang Amiirul Mukminin Sayyidina Umar bin al-Khattab r.a berkata bahwa memberikan makanan penduduk medinah yang lapar lebih utama daripada membekali Muhammad bin Maslamah dengan nafkah yang bukan primer; dan kalau seandainya primer, niscaya beliau akan memberikan bekal dengannya.
Dimasa pandemic sekarang ini masyarakat lebih memprioritaskan kebutuhan rumah tangga yang primer, sementara untuk kebutuhan seperti rekreasi, atao sekedar makan di luar, mulai dikurangi, sehingga berdampak pada kontribusi perekonomian Indonesia. Di Indonesia konsumsi rumah tangga saat ini merupakan komponen yang memberikan kontribusi terbesar dalam perekonomian Indonesia. Berdasarkan rilis Badan Pusat Statistik (BPS) komponen konsumsi rumah tangga pada tahun 2019 memberikan kontribusi sebesar 56,62 persen. Angka konsumsi rumah tangga pada kuartal IV 2019 yang tumbuh hanya 4,97 persen lebih rendah disbanding periode sebelumnya sebesar 5.08 persen.
Agar dalam pemenuhan kebutuhan sesuai dengan kondisi keuangan yang ada, hendaklah masing-masing memiliki trik atau cara dalam mengatur alokasi keuangan . Sebagai sebuah solusi berikut ini ada beberapa trik dalam penanganannya , diantaranya :
1. Cek anggaran
2. List kebutuhan
3. Jaga pandangan
4. Jangan ikut-ikutan
5. Beli seperlunya, konsumsi secukupnya
6. Hemat uang jajan
7. Lihatlah kebawah
8. Bersyukur dengan beramal.
` Setidaknya tips tersebut, dapat menjadi wawasan dan pengetahuan bagi para consumer, agar pola konsumsinya selaras dengan syariat Islam.
RANGKUMAN MATERI
Islam memandang bahwa bumi dan seisinya diciptakan untuk kesejahteraan manusia. Kepemilikan kekayaan hakikatnya milikNya, kepemilikan manusia hanya bersifat relatife. Ekonomi Islam memiliki tujuan untuk menggapai falah fi dunya wal akhirah, melalui perwujudan kemaslahatan baik dalam produksi, distribusi dan konsumsi.
Hakikat konsumsi bagi seorang muslim adalah mengonsumsi benda ekonomi yang bersifat duniawi dan benda yang bernilai ibadah. Konsumsi yang bernilai ibadah memiliki nilai lebih tinggi dibanding konsumsi yang bersifat duniawi.
Untuk menggapai konsumsi yang bernilai ibadah demi mencapai kemaslahatan dunia wal akhirah tentunya harus menempuh koridor yang telah ditentukan dalam Islam, sejalan dengan prinsip dasar konsumsi, kaidah-kaidah yang telah digariskan syariat sehingga perilaku konsumsi akan membuahkan hasil dan tidak terjadi penyimpangan. Oleh karena itu skala prioritas konsumsi harus dikedepankan agar dapat menjalani kehidupan secara normal terutama saat terjadi krisis.
TUGAS DAN EVALUASI
Jawablah pertanyaan berikut ini:
1. Apa yang saudara ketahui tentang perilaku konsumsi dalam ekonomi Islam?
2. Sebutkan ayat al-Quran yang berkaitan dengan aturan berkonsumsi dalam kehidupan sehari-hari!
3. Jelaskan prinsip dasar dalam berkonsumsi menurut ekonomi Islam!
4. Mengapa Islam melarang berkonsumsi secara berlebihan?
5. Bagaimana kaidah-kaidah yang dijadikan landasan berkonsumsi menurut riwayat Sayyidina Umar bin al-Khattab ?
DAFTAR PUSTAKA
“Al-A’raf - الاعراف | Qur’an Kemenag.” Diakses 12 Juni 2020. https://quran.kemenag.go.id/sura/7.
Al-Mizan. “Konsumsi menurut Ekonomi Islam dan Kapitalis.” AL-Masraf 01 (2016).
Amalia, Euis. Sejarah Pemikiran Ekonomi Islam dari Masa Klasik hingga Kontemporer. Depok: Gramata, 2005.
Indraddin, Irwan dan. Strategi dan Perubahan Sosial. Deepublish, 2016.
Kamus Besar bahasa Indonesia. Jakarta: Pusat Bahasa DEPDIKNAS, 2008.
Karim, Adiwarman. Ekonomi Mikro Islami. Jakarta: Raja Grapindo Persada, 2008.
M.Ag, Prof Dr H. Idri. Hadis Ekonomi: Ekonomi dalam Perspektif Hadis Nabi. Kencana, 2010.
Mannan, Abdul. Teori dan Praktek Ekonomi Islam (Dasar-dasar Ekonomi Islam). Yogyakarta: Dana Bakti Wakaf, 1997.
Marthono, Said Saad. Ekonomi Islam di tengah Krisis Ekonomi Global. Jakarta: Maktabah al-Riyadh, 2001.
Masyhuri. Ekonomi Mikro. Malang: UIN Malang, 2007.
Medias, Fahmi. Ekonomi Mikro Islam: Islamic Microeconomics. Unimma Press, 2018.
M.S.I, Havis Aravik, S. H. I. Sejarah Pemikiran Ekonomi Islam Kontemporer Edisi Pertama. Kencana, t.t.
Nugroho, Adi. Perilaku Konsumen. Jakarta: Salemba Emas, 2002.
Tribun Jateng. “Pola Konsumsi dan Produksi di Masyarakat Berubah Sejak Pandemi Virus Corona.” Diakses 21 Juni 2020. https://jateng.tribunnews.com/2020/05/31/pola-konsumsi-dan-produksi-di-masyarakat-berubah-sejak-pandemi-virus-corona.
TIMES Banyuwangi. “Pola Konsumsi Masyarakat di Masa Social Distancing.” Diakses 21 Juni 2020. http://www.timesbanyuwangi.com/kopi-times/123753/pola-konsumsi-masyarakat-di-masa-social-distancing.
“Quran Surat Al-A’raf Ayat 31 Arab, Latin, Terjemahan Arti Bahasa Indonesia.” Diakses 12 Juni 2020. https://tafsirweb.com/2485-quran-surat-al-araf-ayat-31.html.
Rossanty, Yossie, Muhammad Dharma Tuah Putra Nasution, dan Firman Ario. Consumer Behaviour in Era Millennial. Lembaga Penelitian dan Penulisan Ilmiah AQLI, 2018.
Rosyidi, SUherman. Esai-Esai Ekonomi Islam. Jakarta: Raja Grapindo Persada, 2014.
S, I. Nyoman Buditha. Manusia, Agama, Dan Sastra. Deepublish, 2019.
Septiana, Aldila. “Analisis Perilaku Konsumsi Dalam Islam.” DINAR 01 (2015).
Sitepu, Novi Indriyani. “Perilaku Konsumsi Islam di Indonesia” 02 (2016).
suara.com. “Tips Mengatur Perilaku Konsumtif Saat #DiRumahAja,” 27 April 2020. https://www.suara.com/yoursay/2020/04/27/132510/tips-mengatur-perilaku-konsumtif-saat-dirumahaja.
Wahyuni, Sri. “TEORI KONSUMSI DAN PRODUKSI DALAM PERSPEKTIF EKONOMI ISLAM” 10, no. 1 (2013): 6.
Zamakhsyari, Asmuni Solihan. Fikih Ekonomi Umar bin Al-Khathab. Indonesia. Terjemahan. Jakarta Timur: Khalifa, 2006.
GLOSARIUM
Zubdah,
Nama sebuah kitab tafsir “ Zubdatut tafsir “ karya Syekh Muhammad Sulaiman Al-Asyqar, Dia seorang mudaris Tafsir di Universitas Islam Medinah.
Mudaris,
Panggilan bagi seorang guru (pengajar di agama Islam). Kata mudaris diambil dari kata da ra sa- yadrusu yang berarti belajar, mempelajari.
Tafsir,
Bagian dari suatu ilmu dalam agama Islam yakni “ Ilmu Tafsir” adalah ilmu untuk memahami kitab Allah yang diturunkan kepada Nabi Muhammad saw. Yang menerangkan maknanya, menyingkap hokum dan hikmahnya, dengan merujuk pada ilmu Bahasa Arab, seperti ilmu Nahwu, tashrif, bayan, ushul fiqih, qiraat, asbabun nuzul, dan nasikh Mansukh.
Needs,
Suatu istilah dalam Bahasa Inggris yang memiliki arti “kebutuhan”
Wants,
Suatu istilah dalam Bahasa Inggris yang memiliki arti “keinginan”
Raghbah,
Suatu istilah dalam Bahasa Arab yang memiliki arti “ keinginan”
Syahwat,
Dorongan, hasrat untuk memenuhi kebutuhan
Hajat,
Kata hajat dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia memiliki arti 1) maksud; keinginan; kehendak, 2) kebutuhan atau keperluan: 3)selamatan: 4) kotoran; tinja
Framework,
Memiliki arti Sebuah kerangka kerja yang digunakan untuk membantu mengembangkan program secara konsisten.
Maslahah,
Adalah sebuah istilah dalam Bahasa Arab yang berasal dari kata sho-la-ha yang berarti baik atau lawan dari kata buruk atau rusak. Maslahah adalah kata mashdar salah yang artinya manfaat atau terlepas dari kerusakan. Dengan kata lain segala bentuk keadaan baik material maupun non material.
Qard Hasan,
Lafal Qard hasan terdiri dari dua kata yakni al-qard dan al-hasan. Menurut Bahasa berasal dari kata al-qot’u yang berarti potongan. Yaitu harta yang dibayarkan kepada muqtarid ( yang diajak qardh), dinamakan dengan qardh karena pemilik memotong sebagian hartanya untuk diperdagangkan dan memperoleh sebagian keuntungan. al-qarh secara Bahasa juga bisa diartikan dengan sebagian pinjaman atau hutang, sedangkan al-hasan artinya baik. Menurut Syafi’I Antonio al-qardh adalah pemberian harta kepada orang lain yang dapat ditagih atau dimibta kembali atau meminjamkan tanpa mengharapkan imbalan. Sedangkan menurut Bank Indonesia qardh adalah akad pinjaman dari bank (muqridh) yang wajib dikembalikan dengan jumlah yang sama sesuai pinjaman
Utility,
Sesuai dengan kamus Bahasa Inggris Terjemahan bahasa Indonesia makna utility berarti faeadah, kegunaan. Sesuatu yang bernilai guna.
Fitrah,
Dalam kamus besar Bahasa Indonesia arti kata fitrah berarti sifat asal, kesucian, bakat, pembawaan.
Moderaty,
Terdapat dua makna, 1) selalu menghindarkanperilaku atau pengungkapan yang ekstrem, 2) berkecenderungan ke arah dimensi atau jalan tengah, contoh: pandangannya cukup moderat, ia mau mempertimbangkan pandangan pihak lain.
Simplicity,
Istilah yang menunjukan pola hidup sederhana (kesederhanaan)
Household Concumption,
Konsumsi rumah tangga
Infak,
Pemberian sesuatu kepada orang lain dengan tidak menghaapkan imbalan (Lillah) yang berupa materi / harta
Sedekah,
Pemberian sesuatu kepada orang lain dengan tidak menghaapkan imbalan (Lillah) bukan hanya berupa materi namun juga non materi.
Falah,
Falah berasal dari kata af-la-ha yuf-lihu yang berarti kesuksesan, kemuliaan, atau kemenangan dalam hidup. Istilah falah menurut Islam seri g dimaknai sebagai keberuntungan jangka anjang, dunia akhirat, sehingga tidak hanya memandang aspek material namun justru lebih ditekankan pada aspek spiritual.
Komentar
Posting Komentar